Terorist itu tak hanya sekedar Bom Tapi mengganggu pula jadwal kopi campur gula semua orang



Peristiwa penyerangan oleh  Napi teroris pada petugas DENSUS 88 di Jakarta dan rentetan bom yang  menjalar di Surabaya rupanya memiliki efek yang cukup dahsyat. Korbannya tak gemen gemen dari pihak polisi dan juga khlayak ramai masyarakat biasa. Dan yang pasti orang  yang hendak ngibadah di gereja menjadi korban keganasan para penghobi bahan peledak. Puluhan  nyawa tak berdosa dari orang dewasa hingga balita  berjatuhan, lantas mucul  menjadi “ panas “ di berbagai media massa. Bahkan reaksi yang muncul banyak orang sontak marah dan langsung mengutuk kata jancok dan di media sosial hingga banyak orang harus menyebutkan kata kata kebun binatang.
Tapi hal yang sederhana dan kami  eh” saya “ rasakan di Jawa Timur bagian selatan adalah terganggunya jadwal ngopi saya. Pihak kepolisan menghimbau warung kopi  yang biasanya kami dapat berbincang dilarang dan tutup pukul 12 malem. Himbuan ini mucul bagi tempat yang sering dterjadi konsentrasi massa  di berbagai kota.  Sekarang ngopi saya  biasanya hingga larut malam sekarang, telah dikurangi. Mas dan Mbak teroris okeh itulah ulahmu. Himbauan yang tengah dilakukan pihak kepolisian tentunya ada maksudnya karena polisi dalam kondisi Siaga 1 guna melakukan pengamanan dan penangkapan pelaku teror yang lain. Kami sebagai masyarakat nurut mawon.
Saya tahu anda juga melaksanakan tugas sebagai jihadis. Tapi jangan lupakan waktu kopi sekaligus gula orang lain  terkurangi. Ideologi anda itu cekak !. Teror itu memang shocknya  luar biasa utamanya soal gula alias ekonomi. Betapa tega dimana sekarang menjelang hari raya puasa dan menjelang hari raya Idul fitri, apa mau jajan  Khong guan diisi rengginang. Apalagi dalam waktu dekat penerimaan siswa baru dibuka,  dimana semua orang tua sibuk mengencangkan ikat pinggang untuk menyekolahkan anaknya.
Dulu paklek saya jualan kates di Bali  harus kukut pasca Bom bali I. Ekonomi mbleret dan banyak yang pulang angkat koper kembali  ke kampung halaman. Sekarang ekonomi di Jawa Timur terutama kota besar utamanya Surabaya  ikut luntur dengan perlahan. Dengan demikian yang pasti mbleretnya ekonomi akan berefek masyarakat yang rasan–rasan akan semakin curiga, mudah brutal apalagi mengenai mereka yang sering memakai simbol simbol agama tertentu. Bahkan Islam melu ketut, di kota kecil saya, orang yang hendak mampir ke warung soto niat itu kembali diurungkan,  karena di dalam ada orang jenggotan dan bercadar.Dan hanya phobi  bertemu dengan dua sosok  dengan ciri tersebut. Benar kata Pak Din bahwa kata Islam dan teroris sering akrab dan melekat, hingga publik takut dengan kata-kata Islam. Bahkan beredar di WA kalau ada orang di ruang publik  diam diam dan tiba tiba  berteriak Allahu Akbar  dengan membawa bungkusan mencurigakan sebaiknya menghindar. Berita yang terbaru di salah satu media online Menteri Agama  Lukman Hakim menghimbau “ Mereka yang bercadar untuk membaur dengan masyarakat. Artikel yang diunggah 18/5/2018 menambah  jelas catatan kaki efek domino dari kekerasan atas nama agama.  Byuh sampai segitunya Islam sekarang. Menjadi mayoritas tak selamanya mengenakkan untuk menghilangkan ulah segelentir orang. Apalagi jika memakai analogi ngawur negara menjamin untuk berserikat dan mengeluarkan pendapat tapi Negara tidak menjamin pembicaraan apa yang nanti setelah berkumpul alias   “rasan –rasan.  Memang tidak semudah itu mengatakan kalau Islam tidak seperti itu, karena apapun bom atas nama jihad secara sempit  diartikan, namun kejadian bom bununh diri itu fakta sosialnya.  So lagu dangdut kuat dilakoni rak kuat ditinggal ngopi juga akan jauh dari kenyataan. sebab kami rakyat kebanyakan ngopi bisa sedikit mengurangi kecemasan ekonomi yang tengah kembang kempis. Apalagi sekarang lagi megap megapnya, karena anda dan teman teman pengen masuk surga sedirian. “Ohh jancok tenan sampeyan “

Komentar

Postingan Populer