Menggenggam Republik !
Judul buku : Penerapan Status
Bahaya di Indonesia
Penulis : Hariyono
Penerbit : Pensil, 324 Jakarta
Cetakan : Februari, 2008
Presens : Hendra H
" Apakah negara dan bangsa kita memang benar-benar dalam keadaan
darurat atau perlu operasi darurat?" Itulah sedikit penutup dari harapan
penulis tentang kekhawatiran bagaimana keadaan bangsa yang tengah dililit
hutang serta krisis mulitidimensi yang mendera bangsa kita. Keadaan darurat
menjadi satu fenomena yang cukup menarik, karena adakalanya Negara atau suatu
bangsa pasti menghadapi situasi yang tidak cukup bersahabat. Munculnya satu
alasan dasar dalam pemerintahan otoritarian, masih menjadi peristiwa yang belum
tersibak sampai sekarang. Bagaiamana di kepala kita mengingatnya kurang lebih
selama 32 tahun berada di bawah rejim
yang militeristik.
Pada masa lampau keadaan darurat
memaksa suatu Negara memberlakukan keadaan yang cukup mendesak demi keselamatan
banyak orang, dalam kontek inilah penulis memaparkan bagaiamana kondisi sulit di masa
awal pergerakan sampai Kemerdekaan Indonesia
menjadi saksi atas pergolakan antar elite serta munculnya keadaan darurat.
Dalam bukunya pembedaan ini dijelaskan dalam istilahnya awal sebagai peraturan yang menjelma sampai
sekarang. Sumber Darurat Militer terdapat dalam Regeling Staat Van Oorlog n van Beleg kerajaan Belanda tanggal 23 Mei 1899 yang diberlakukan di wilayah Aceh. Peraturan
inipun dalam tahap selanjutnya menjadi Undang-undang Regeling op de Staat
van Oorlog en van Beleg pada tahun
1939 yang digunakan sebgai landasan untuk mengatasi keamanan dan ketertiban
termasuk potensi ancaman dari luar termasuk ancaman invasi Jerman di Eropa
dan Jepang di Asia Pasifik. Mengenai
status dalam Undang–Undang tersebut terbagi menjadi dua yang terdiri keadaan perang (Staat van Oorlog,Svo)
dan keadaan darurat perang (Statt van Beleg, Svb). Peraturan ini
ditelurkan dalam rangka menjaga daerah jajahan yaitu koloni Hindia Belanda.
Dalam ulasangnya Haryono, babak demi babak digambarkan dengan jelas tentang
berbagai peristiwa tentang pemberlakuan keadaan darurat, dari masa kolonial
hingga masa kemerdekaan. Pemberlakuan atas aturan ini pun dalam masa kemerdekaan
direvisi berupa UU Nomor 6 tahun 1946. Produk hukum pada masa
kolonial inipun diadopsi serta
diperbaharui dalam masa berikutnya. Sebagai produk Undang-Undang
pemberlakuan SVB ataupun SOB berlangsung dan seringkali walaupun lahirnya peraturan ini pada awalnya sebagai
produk hukum pembatasan atas pergerakan Nasional. Disatu sisi deskripsi yang digambarkan dalam
buku ini mampu menjelaskan bagaimana rivalitas yang terjadi dan friksi antar
golongan yang berseteru di era awal Revolusi fisik serta masa Kabinet Liberal. Proses alotnya diplomasi Indonesia dengan Belanda dan juga
krisis dalam negeri memaksa pemberlakuan Undang Undang ini akan kembali
digulirkan.
Politik Hukum dan Hukum Politik
Konsituante yang ditugaskan dalam pembuatan Undang-Undang belum
menemukan hasil yang cukup signifikan, situasi politik dan keamanan dalam
negeri tak begitu kondusif ditengah tersebut. Presiden selaku Kepala negara
mulai gerah, posisi yang awalnya selaku wasit mulai masuk dalam medan intrik elit antara Partai, militer terutama AD, dan
PKI. Presiden selaku pimpinan Negara mulai melemparkan gagasannya serta cetak
biru berupa konsepsi penyelamatan Negara" Demokrasi Terpimpin".Dengan
adanya aturan tersebut Militer yang bergandengan mesra dengan Presiden benar-benar
memberlakukan keadaan darurat perang diseluruh Indonesia. Upaya diplomatis
Internasional bertalian dengan
masalah Irian Barat Pemerintah melakukan
langkah tegas dengan pembatalan KMB serta Nasionalisasi lewat tangan
Militer. Pemberlakuan Darurat diawali
pembabatan kebebasan berpolitik dan juga
pembredelan terhadap pers menjadi upaya represif pemerintah atas nama kestabilan Negara dan kadang-kadang dilakukan sepihak. Kedudukan UU Darurat Perang
ini membawa pula dua sisi bermata dua, opsi pertama dalam panggung sejarah disebut memuluskan jalan otoritarianisme “ Demokrasi Terpimpin, dan
satu sisi menjadi bahan memuluskan Dekrit
5 juli 1959 yang salah satu isinya membubarkan
Konstituante sebagai perancang UU untuk kembali pada UU Dasar 1945.
Awal Permulaan
Dengan intrik yang semakin panas di Jakarta, maka keadaan Negara pun
semakin diambang kehancuran, karena kondisi ekonomi setelah dilakukan
Nasionalisasi semakin membuat keadaan memburuk,
dan juga kebijakan baru tentang pemotongan mata uang menghasilkan inflasi
tertinggi di Indonesia. Militer yang tengah diberikan ruang masuk dan menangani
aset vital nasional semakin mengenal
sapi perah yang kelak digunakan sepihak oknum
militer dikemudian hari guna mencari kepentingan kekayaan sesaat. Situasi yang
berkembang di tengah tarikan-tarikan ideologi besar dan juga proses persaingan ketat
elit Politik, rupanya keadaan inilah yang membut cemas banyak pihak. Masa
suksesi Sukarno dan Demokrasi akhirnya dengan kasus Coup d etat Gerakan 1 September 1966 bahkan sampai sekarang belum terkuak
secara jelas. Pembunuhan dan penangkapan berbagai elemen yang diduga beraliran kiri, tanpa proses pengadilan
menjadi catatan kaki perubahan kekuasaan dari Orde lama menuju Orde baru. Suharto
berhasil menjadi no wahid di dalam Republik dalam genggaman 32 tahun, Militer
benar–benar menjadi kuat dengan berbagai hegemoni dan juga membalikkan ekonomi ala Baba-Ali yang
sangat Kapitalistik.
Periode Orde Baru terhempas akibat pengaruh ekonomi global yang mengakibatkan rupiah terjun bebas hingga hancurnya eknonomi Nasional, hal itu diiringi berkembangnya gerakan Mahasiswa yang puncaknya
membuahkan hasil Suharto Mundur. Dengan Tumbangnya Orde Baru akibat gerakan Reformasi, hal ini menjadi permulaan bagaimana supremasi sipil ditegakkan, " Militer harus kembali ke Barak",
hegemoni itupun berhasil diakhiri dengan dicabutnya Praktik Dwifungsi ABRI yang
selama ini tidak sejalan dengan nafas Demokrasi. Setelah tumbangnya Suharto
pada era 98, uji coba aksi darurat pernah dilakukan oleh Presiden Adurrahman Wahid melakukan satu keputusan
untuk membubarkan DPR namun hal ini gagal karena Dekrit yang tidak didukung
oleh kekuatan Militer. Sungguh luar biasanya peran Militer di Indonesia dalam
kondisi sosial Politik. Refleksi
panjang atas buku ini menarik bagian sepak terjang militer yang perlahan masuk ke lini kehidupan masyarakat. Hegemoni
dan bisnis yang ditangani Militer
membuat candu korupsi yang hingga hari
ini disoroti banyak pihak. Dalam keaadan inilah yang cukup menentukan bagiamana upaya
ini berhasil menghipnotis publik. Di masa kekinian upaya yang dilakukan
adalah bagaimana keadaan bahaya tidak terjadi, ditengah himpitan hutang yang kian menumpuk dan menunggu berapakah lagi yang
perlu dikorbankan, apakah status bahaya menjadi suatu pilihan yang harus dipilih?.
Narasi inilah yang menjadi secuil kisah kondisi
masa silam bangsa kita dan menjadi bahan
pelajaran untuk kedepan. Kedudukan Darurat Milter atau sipil tidak
dipandang hanya sebuah produk hukum
ketatanegaraan semata, namun bisa menjadi peluang dalam menyelamatkan Negara, bagaimana status darurat digunakan tepat pada
waktunya. Bahkan pengarang memberikan pandangannya terkait pemberlakuan ini
dimungkinkan saat Aceh mengalami Tsunami 2004 silam, sehingga militer
tidak hanya berbicara soal keamanan namun juga bisa dilibatkan dalam
kebencanaan. Darurat Militer menjadi kisah yang perlu dicamkan banyak pihak terutama
elit politik yang harus melihat visi ke depan,
meraba secara jeli dinamika politik dalam negeri, konstelasi politik global
pengaruhnya terhadap Republik Indonesia.
Buku ini menarik dan layak untuk dijadikan referensi dalam merekontruksi
sejarah politik mengenai status Darurat
Sipil dan militer serta pengaruhnya
dalam membentuk Indonesia, baik untuk kalangan akademisi maupun kalangan umum. Gagasan
yang dilemparkan penulis layak
dipresiasi dalam melihat perjalanan wajah
Indonesia, selamat membaca.
*Prof. Dr. Hariyono, M.Pd merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jurusan Sejarah yang memberikan mata kuliah Sejarah Politik.
*Prof. Dr. Hariyono, M.Pd merupakan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jurusan Sejarah yang memberikan mata kuliah Sejarah Politik.
Komentar
Posting Komentar