Jika Aku menjadi HI
Apabila
diijenken saya ingin menulis soal HI yang tak lagi viral karena hanya melihat
dari sisi pidana semoga saja dibaca syukur, tidak lolos syukur. Hiyagh. Jurus Bakpao dari bogemku menumbangkan guruku. Itu baru
judul FTV. Layaknya kisah program
reality sow yang tayang di salah satu
TV swasta ada judul tentang aku menjadi.
Maka layak pula saya berimajinasi tentang kasus yang viral Sang murid meng upper cut guru seni
dalam kelas dan menyebabkannya meninggal Dunia.
Kisah batin ini bukan saja dibuat ala film Korea namun menjadi epos dari praktik tidak langsung
film kekerasan ala ala Hosty wood mamahrica.
Apalagi
fakta yang mengenyitkan dahi, korban
guru tengah meninggalkan seorang istri dan calon jabang bayi yang tengah berusia lima bulan Dalam kejadian ini dunia pendidikan
kembali lagi terhenyak diam, marah dan frustasi dalam tajuk “ tragis dan tercoreng “ lalu
siapa yang salah ? Lagu Umar Bakri bisa saja ditambah liriknya karena memang
sang guru bernasib naas.
Fenomena
yang konon katanya gunung es ini, menjadi potret kesehariantentang perilaku anak-anak belia di
luar kontrol. Namun jika bertitik tolak dari realitas ini justru saya ingin
mengambil pandang dari sudut mata sang pelaku Dari pemberitaan
yang mumcul banyak informasi terkait dugaan siswa HI yang kerap dijuluki Bengal
dan memiliki masalah dari para guru mata pelajaran yang lain.
Guru selain Dibekali pengetahuan pengajaran perlu juga dibekali
Bela diri
HI
jika ingin menyandingkan (meskipun adooh atek pool) mirip Film Dilan yang sok jagoan koboy,
Bengal dan nan keras kepala. Ciri khas bad Bad boylah. Namun saya pun
tergelitik akan sistem pelayanan bimbingan konseling di sekolah yang lupa
mendeteksi gejala murid yang emosional lumayan tinggi. Apa solusi dan
penanganan preventif akan kejadian dari HI. Sedangkan sekolah juga tidak bisa disalahkan karena unsur
pembentukan manusia tidak saja lembaga sekolah, ada orang tua dan juga
masyarakat yang memberi konstrubusi Nilai dan watak pada anak. Ditambah Individu bersangkutan memaknai citra dan interaksi
atas dirinya dihadapkan khalayak ramai.
Walaupun
motif itu tidak sengaja tetap saja nyawa sang guru, melayang akibat bogem
mentah yang dilayangkan di bagian kepala. Memang nasi sudah jadi bubur. HI pun
terancam dipidana, karena apapun ia telah menyebabkan orang lain meninggal
dunia. Ada pun sempat usulan untuk merehabilitasi pelaku karena dinilai dibawah
umur, namun banyak pula rekan korban yang menyatakan solidaritas untuk menuntut
pengadilan HI dituntut maksimal secara hukum.
Apabila
ada usul bodoh dari saya” jadikan ia seorang guru” minimal ia kan mengerti
makna seorang pendidik. Dorong supaya
hidupnya kelak menjadi lebih berarti,
Karena apapun ia terlanjur melakukan kesalahan.
Sebagai
seorang manusia ia memiliki hati nurani, Kendati penjahat kelas
kakappun punya hati nurani yang paling dalam. Bahkan floklor yang terkenal
dalam penjara hal yang paling menjijikkan dalam penjara adalah kasus
pencabulan. Dan para siswa baru penghuni rumah gratis Negara konon katanya akan
mendapat ospek dari seniornya karena perbuatanya. Hal itu disebabkan mereka
memiliki pula kekhawatiran jika hal itu menimpa keluarga mereka,sifat dasar
manusia “ Kecemasan dan hati Nurani
serta kekecewaan”.
Namun
dengan upaya persuasi itu maka ia
mengerti makna menjadi pendidik. Karena
Tugas utama guru tidak hanya memberikan pengajaran namun juga memberikan
pendidikan, Mendidik memberikan
pemahaman pengertian dan nilai- nilai kesejatian seorang manusia. Dengan
mendorong menjadi seorang guru saya bahkan bermimpi ia menjadi penglipur
lara bagi dirinya dan bahkan berbagi
tentang pengalaman tentang pengendalian diri. Hukuman itu pasti namun saya mendoakan pula HI menjadi pribadi arif
dan bahkan harus melalui hal tersulit menghitung tanggal manual dibalik
jeruji besi. Karena Hanya Tuhanlah yang Maha
tahu dan memaafkan segala dosa manusia.
Memang memaafkan hal yang sulit,
bukan berarti melupakan.
Apalagi
Mas Ahmad Budi Cahyono yang merupakan guru mata pelajaran seni, bahwa seni
menyadarkan manusia akan kesadaran rasa, cipta dan karya yang kelak memberikan
nilai pengahalusan rasa sebagai manusia. Syukur sukur jika HI mau belajar seni
lukis secara total untuk menjadi obat memaafkan dirinya dan menjadi pengingat
tentang seni lukis yang diajarkan Pak Ahmad.
Siapa
tahu bahwa nasib manusia bisa berubah. Walapun pada nantinya gagasan bodo saya
untuk jadi guru. Tulisan ini amat konyol sekali dan akan ditentang habisan oleh
mereka yang menjadi bagian korban
terutama para kerabat dan juga teman teman seperjuangan Alm. Namun tanpa menafikkan baiknya hubungan saya pribadi yang pernah mengenyam satu institusi di Malang
beda jurusan (walaupun tak lulus dari
situ) punya itikad guna mendoakan pada keluarga semoga diberkahi keselamatan dan kesehatan untuk calon generasi baru penerus mas
Ahmad Budi Cahyono yang tengah dikandung istrinya.
Karena
saya percaya budaya kekerasan jangan pernah diwariskan, biarkan saja hukum
bicara. Sehingga HI mampu merenungkan mengambil
nyawa itu amat berharga terutama anaknya yang terpaksa menjadi yatim sejak lahir, yang kelak anaknya beranjak dewasa bertanya “Bu
Bapak kemana perginya? “ dan tentunya dalam
bahasa ibu bahasa Madura.
Komentar
Posting Komentar