Jarak sosial dari Potret warung sampai dengan Transportasi umum

(ilustrasi / pinterest.com)
Cerita ini berlangsung saat saya duduk di sebuah warung  dekat kampus di daerah Madiun. Kala itu,   saya tanpa sengaja  memperhatikan tingkah polah dari beberapa pengunjung melihat di sekeliling saya. Dan perasaan saya yang sangat cuek pada awalnya mulai terperangah dengan fakta ini, rupanya hampir semua orang sibuk dengan mainan aktifnya yaitu android,  hal ini kontradiksi deskrispsi tentang jawa dahulu tatkala Niels Mulder menyatakan warung menjadi suasana hangat dengan pola bertegur sapa dengan ucapan Monggo mas  sebelum makan satu sama lain tidak mengenal sekalipun  rupanya sudah mulai tergeser.  Ucapan ini tak lagi akrab didengar dalam ruang  sosial, sekat ini tumbuh dengan aktifitas  memelototi layer jejaring sosial di Gadget. Saya sendiri sebagai orang biasa pun akhirnya ikut larut dalam proses keaktifan individu tanpa menghiraukan sekeliling orang. Ruang hangat warung sebagai bagian dari waktu interaksi makan dan juga ngopi untuk jembatan berbicara berubah menjadi ruang hampa tanpa makna. Hal ini memang sudah saya rasakan jauh hari namun belum sempat saya tulis entah karena merasa malu dengan diri sendiri atau memang sebagai seorang penulis saya  kurang berhak untuk menjastifikasi hal ini secara terang. Warung  atau istilah lain seperti restoran kafe dan istilah lain yang modern tempat makan, telah disulap penghuninya menjadi ruangan yang sengaja  terpisah dari interaksi individu selain  sebatas ruang aktifitas menyantap makanan yang dipesannya. Setiap individu dengan  alat bantu teknologi  melipat ruang dan waktunya bersama komunitasnya yang terpisah seakan keberadan orang disekeliling itu hanya bagian yang bukan jaringanya. Warung yang identik dengan keluh kesah bercerita apa tentang orang lain   menjadi semakin tertutup. Yang pasti warung akan tetap ada, namun  yang amat disayangkan ketika teknologi tak pelak menenggelamkan manusia  terpisah dari dunia di sekelilingnya minimal untuk bicara satu sama lain. Setiap perjalanan pasti ada saja yang dibicarakan tak terkecuali ketika kita menumpang di bis, angkot, land atau apapun merknya. Entah basa –basi tentang rumah kisah hidup dan juga kepentingan  ke luar maka tersedia pula referensi biografi hidup yang bisa kita ambil maknanya. Entah itu sebagai bagian dari eksistensi belaka maupun bagian dari cerita tutur informan akan sepak terjang serta prestasi melewati gejala kegelisahan selama hidupnya. Kendati demikian ruang sosial ini akan menjadi penghias atau bahkan hidup terus,  tergantung penyikapan masyarakat dalam perkembangan teknologi terutama jejaring sosial.  Sebuah revolusi baru. Revolusi komunikasi 4.0 yang dikhawtirkan akan mengguncang sendi sosial budaya lintas Negara, tak terkecuali Republik ini dengan seabrek tantanganya. Revolusi industri mengganti manual menjadi mesin, revolusi 4.0  entah saya pun tak tahu berikutnya ? yang pasti saya percaya bahwa manusia hidup dengan rasa karsanya serta emosinya untuk saling membuka percakapan.

Komentar

Postingan Populer