Sawer dalam urat nadi Pergelaran musik Dangdut
Tatkala saya membuka kata dangdut
dalam youtube adegan hiburan yang
dikenal sebagai hiburan rakyat itu, maka
banyak mencul kata “ hot” dan saweran. Dalam kondisi kekinian nyawer dan
saweran menjadi hal yang lumrah dan
bahkan popular. Sawer itupun identik dengan uang yang akan diberikan kepada penyanyi yang
berdendang di atas panggung. Bahkan untuk menarik uang tersebut tidak segan
sang penari meliukkan tubuh dan bagian erotis kepada sang pemberi. Simbol sosial
dari pemberian ini rupanya yang menggelitik saya kembali
meninjau makna dan simbol dibalik pagelaran yang digandrungi masyarakat
kalangan bawah ini. Umumnya dan rata rata yang memberikan uang inipun sembari dengan jumlah yang tidak sedikit. Secara
leksikal sawer berarti dalam tradisi sunda yang mewakili salah satu ritual dalam pranata
ritus peralihan yang berisi uang dan
juga doa serta nasihat kepada calon pengantin. Namun pada sisi lain rupannya
budaya sawer telah mengalami ruang pergeseran fungsi dan makna secara popular
terhadap hal ini. Sawer bisa jadi bahasa penegas ruang dominasi lelaki yang di
sahkan untuk menguasai sumber produksi. Laki
menjadi dominan ditampilkan sekaligus dicitrakan sebagi pemegang kuasa. Bahkan
tak segan sang penyanyi terkesan rela dengan menambah bumbu gerakan erotis supaya
uang saweran makin banyak. Uang menjadi simbol
ruang kelas dihadapan masyarakat. Padahal secara simbolis hiburan dan
musibah adalah dua hal yang pasti terjadi dalam hidup. Namun di sinilah refleksi
masyarakat bahwa itu sisi lain
lumrah dan kelihatanya masih terus di
amini. Uang tersebut begitu cepat
mengalir diberikan dengan sifat kebanggaan tanpa harus ditakut takuti dengan rapalan masuk surga atau bahkan slogan mati harta benda tak perlu dibawa. Ruang
penegas ini akankah terus dibawa atau
bahkan kian perlu ditinjau ulang dalam konstruksi budaya masyarakat Indonesia
yang katanya masih miskin. Satu sisi
orang mengatakan bahwa “ Rejeki berasal dari Tuhan “ dan datang nya bisa
dari mana saja. Bahkan uang yang mengalir itupun tidak hanya berhenti di sang penghibur tetapi hampir untuk semua yang diatas
panggung dengan dan pembagian tugasnya. Toh harus kenapa dipungkiri jika pemusiknya dan pendukung pertunjukkan
semalam suntuk itu punya tanggungan anak
dan istri yang butuh rejeki.
Komentar
Posting Komentar