Kami Pun pasrah Pak kalo Untuk Negara !?
Ketika anda mendengar kata tilang pastinya banyak yang enggan moh dan semacamnya. Sayapun mencoba mengamati agar dikira sok ilmiah agar bisa menyaingi sekelas Roky gerung dengan dasar filsaftatnya. Namun saya bukan berfilsafat tapi jualan pil syahwat karena ini lebih laris manis dari pada jualan buku apalagi jualan rencana.
Awas ada Ladusing !
Pada beberapa kota terdapat beberapa grup di media sosial yang melabelkan
dan berkumpul bagaiamana memberikan tips agar menghindar tilangan pihak
aparat. Seperti Info cegatan kota Gudeg dan terinspirasi hal tersebut lahirlah embrio di kota saya Info cegatan sambel pecel. Cegatan
atau proses pemeriksaan kendaraan menjadi hal yang luar biasa tabu. Dengan up date status di grup media social
muka buku kata kata “ati ati lur “ sudah
ostosmastis menjadi early warning kebencanaan daerah
bagi para penunggang kuda untuk berhati hati dari penertiban dan memutar
otak untuk mencari jalan tikus.
Apesnya, Apalagi jika kena tilang maka tak ayal para
penunggang kuda besi kelimpungan karena prasangka polisi yang selalu cari salah.
Padaha mah itu adalah bagian dari proses penegakan hukum.
Jika menilik sumber keuangan Negara maka proses tilang
dapat menjadi salah satu dari sekian banyak sumber keuangan penerimanaan bukan pajak yang saya kutib dari
BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang mengacu pada UU no 7 tahun
jenisnya antara lain
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
2. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
3. Penerimaan dari
pengelolaaan sumber kekayaan
Negara yang dipisahkan.
4. Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
5. Penerimaaan yang dilakukan oleh putusan pengadilan dan
berdasarkan dari pengenaan denda
administrasi.
6. Penerimaan Hibah yang merupakan hak pemerintah.
7. Penerimaan yang diatur dalam Undang –undang tersendiri.
Kalo boleh saya berguman, Di jaman pilkada
menghangat dan juga kontestasi mirip
drama sebelum episode perang Sekigahara.
Apalagi di jaman now proses membangun itu perlu anggaran luar binasa. Iya kalo
pake uang monopoli ya. Ini pakai uang dari rakyat. Jika berbanding lurus yang
konon katanya di media massa utang kita
yang terus melonjak. Pembiayaan infrastruktur tidaklah gratis apalagi Pilkada
yang diselenggarakan serentak juga memerlukan amunisi pula. “Anggite
gawe Beton cor bayar tukang gawe duit duitan po yah”
Sebagai rakyat yang usia masih tergolong muda dengan gaji cupet, Saya
heran dalam beberapa bulan terakhir
lumayan banyak terjadi penertiban.Obrolan warung kopi kecil saya dan kawan –kawan hanya berguman “ wah ini penerimaan bukan
pajak” lalu ada yang menimpali lho
kemarin kan ada kecelakaan beruntun yang menewaskan beberapa orang, termasuk pelajar maka perlu diadaken
tertib lalu lintas. “Yah siapa tahu ini rutinan dari para penegak hukum dalam upaya menjamin ketertiban.” (Cek ketok
bijaksana)
Meng yo jo ngono pak gelaran
operasi penertiban ini saya rasakan begitu
terus menerus. Kadang siang pagi dan sore di beberapa sudut kota kecil sampai
kabupaten. Kami pun sayah dengan kenaikan pajak!. Apalagi dengan para orang tua
siswa yang memberi kuda pada
anak-anaknya karena akses sekolah yang jauh dari rumah dengan terpaksa membelikan
pisau bermata dua tanpa surat surat izin
mengemudi kuda.
Lantas kalo boleh bertanya dimana
uang para penjahat kelas kakap yang duitnya di luar negeri tidak dikejar.
Sedangkan rakyat menengah sampai kelas teri
terus dihantui dengan pajak langsung atau tak langsung.
Membandingkan dengan kinerja POLRI, anggaran dinaikkan
yang mulanya hanya 44 trilyun naik dua
kali lipat pada tahun 2017 sebesar 84
Trilyun rupiah. Dan tentunya kenaikan ini pasti mempunyai harapan menggenjot kinerja dalam bidang
pengayoman. Memang secara peran dan fungsinya
tugas pihak aparat keamanan juga salah satunya mengayomi dari mara bahaya keteledoran keamanan
para penunggang kuda, kereta kuda, kuda
pengangkut. Termasuk bahaya kriminil meliputi pencurian kuda, penggelapan kuda dan juga
masalah lalu lalang di arena pacuan. Basa basi di atas adalalah sekelumit kisah heroik pihak penegak
hukum.
Kondisi ekonomi jaman now memang sedikit menurun, pajak terus naik dan juga beberapa komoditas
hajat hidup orang banyak yang dikuasi Negara dengan efisiensi ini, yang rencananya akan dicabut subsidinya bukan tidak mungkin
tudingan ala warung kopian bisa jadi sebuah kebenaran tow ?
Sebagai rakyat dan warga Negara serta netizen Bigo kami hanya bisa
merenung melepas lelah kerja dan juga sedikit ngrasani Negara. Sebab maido adalah
pil pelepas lelah dari keseharian menghadapi ketegangan sehari hari.
Pajak selalu memiliki slogan sebagai asset pembangunan
dan itu dipampang dalam setiap kalender versi Pemerintah. Maka dari itu perlu
digalakken untuk membangun Manusia dan juga infrastruktur pendukung melalui
pajak. Namun bukan berarti lho ya kritis soal ini saya gunakan menyebar ujaran kebencian dan mengajak pembaca
mojok untuk membuat persaudaraan atau alumni bahkan masuk ke kelompok kuminis .
Maka tidak mungkin bohong, dalam realitasnya Kuda yang
bisa dicicil dan bahkan bisa mengalahkan DP 0 % ini memang menjadi barang yang
luar bisa tumpah ruah di segala penjuru Endonesa Raya. Dan memang kenyataan permintaan
konsumsi daging kuda yang terus mengalami lonjakan tajam setiap tahun mengalahkan gerai kentaki di negeri Linggis yang tutup.Apalagi
soal kasus pelanggaranya yang punya peluang untuk sumber yang konon katanya
melimpah. Belum lagi tumpang tindih
dengan kebijakan transportasi umum yang masih dalam tahapan ditata. Maka tidak
heran dikutib dari salah satu sumber di
tahun 2013 angkanya penerimaan pun cukup
banyak. Data Itu di tahun 2013 apalagi sekarang tahun 2018. Biar tidak hoaks
datanya yang saya kutib di salah satu media dibawah ini ! Pada saat Jaksa Agung Warsa Susanta memberikan pendapatnya menegnai jumlah penerimaan
sebesar Rp 101 Milyar pada tahun
2013, dikurangi biaya perkara 4 milyar dan mengasilkan kas Rp 97 Milyar. Tahun 2014 periode Januari
2014–Mei 2014 sebesar 36 Milyar
dikurangi dengan biaya perkara 1
milyar masuk ke kas Negara. Supaya saya tak penasaran sayapun berusaha
menelusuri pemberritaan penerimaan bukan pajak namun masih nihil. Kalaupun saya
khilaf taker taker di internet mohon saya diberitahu juga ?
(Iku duit kabeh ta mas ?)
Mereka hanya menjalankan tugasnya.
Dan sebagai manusia normal saya pun paham bapak bapak
dan ibu ibu yang mengatur para penunggag kuda macam kami ini memang sangat
super sibuk mereka juga manusia yang punya
banyak urusan, seperti Rumah tangga, utang, kredit, mengasuh anak dan semacamanya.
Tidak mungurusi prejengan saya terkait pelanggaran
pacuan kami yang ketebelece. Dan
sukur yang sambat bukan hanya jomblo macam saya.
Dan yang penting sebagai warga Negara yang sok moralis
macam saya mung berharap pada elit
Negara ini yang kami pasrahi suara kami, mbok yao ojok terlalu nemen pak, mosok rak
enek liyane seng dijaluk ?
Komentar
Posting Komentar