Kami Pun pasrah Pak kalo Untuk Negara !?

                  ( ilustrasi gambar http://mercusuarnews.com)
Ketika anda mendengar kata tilang pastinya banyak yang enggan moh dan semacamnya. Sayapun mencoba mengamati agar dikira sok ilmiah agar bisa menyaingi sekelas Roky gerung dengan dasar filsaftatnya. Namun saya bukan berfilsafat tapi jualan pil syahwat karena ini lebih laris manis dari pada jualan buku apalagi jualan rencana.
Awas ada Ladusing !
Pada beberapa kota terdapat beberapa grup di media sosial yang melabelkan dan berkumpul  bagaiamana  memberikan tips agar menghindar tilangan pihak aparat. Seperti Info cegatan kota Gudeg  dan terinspirasi hal tersebut lahirlah embrio  di kota saya Info cegatan sambel pecel. Cegatan atau proses pemeriksaan kendaraan menjadi hal yang luar biasa tabu.  Dengan up date status di grup media social muka buku kata kata “ati ati lur “  sudah ostosmastis  menjadi early warning kebencanaan daerah  bagi para penunggang kuda untuk berhati hati dari penertiban dan memutar otak untuk mencari jalan tikus.
Apesnya, Apalagi jika kena tilang maka tak ayal para penunggang kuda besi kelimpungan karena prasangka polisi yang selalu cari salah. Padaha mah itu adalah bagian dari proses penegakan hukum.
Jika menilik sumber keuangan Negara maka proses tilang dapat menjadi salah satu dari sekian banyak sumber keuangan  penerimanaan bukan pajak yang saya kutib dari BPKP Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang mengacu pada UU no 7 tahun jenisnya antara lain
1.   Penerimaan yang bersumber dari  pengelolaan dana pemerintah.
2.   Penerimaan dari pemanfaatan  sumber daya alam.
3.   Penerimaan dari  pengelolaaan sumber kekayaan  Negara yang dipisahkan.
4.   Penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
5.   Penerimaaan yang dilakukan oleh putusan pengadilan dan berdasarkan dari pengenaan denda  administrasi.
6.   Penerimaan Hibah yang merupakan hak pemerintah.
7.   Penerimaan yang diatur dalam Undang –undang tersendiri.
Kalo boleh saya berguman, Di jaman pilkada menghangat  dan juga kontestasi mirip drama sebelum  episode perang Sekigahara. Apalagi di jaman now proses membangun itu perlu anggaran luar binasa. Iya kalo pake uang monopoli ya. Ini pakai uang dari rakyat. Jika berbanding lurus yang konon katanya di media massa  utang kita yang terus melonjak. Pembiayaan infrastruktur tidaklah gratis apalagi Pilkada yang diselenggarakan serentak juga memerlukan amunisi pula.  Anggite gawe Beton cor bayar tukang gawe duit duitan po yah”
Sebagai rakyat yang usia masih tergolong muda dengan gaji cupet, Saya heran dalam beberapa  bulan terakhir lumayan banyak terjadi penertiban.Obrolan warung kopi kecil  saya dan kawan –kawan  hanya berguman “ wah ini penerimaan bukan pajak”  lalu ada yang menimpali lho kemarin kan ada kecelakaan beruntun yang menewaskan beberapa  orang, termasuk pelajar maka perlu diadaken tertib lalu lintas. “Yah siapa tahu ini rutinan dari para penegak hukum  dalam upaya menjamin ketertiban.” (Cek ketok bijaksana)
Meng yo jo ngono pak  gelaran operasi penertiban ini   saya rasakan begitu terus menerus. Kadang siang pagi dan sore di beberapa sudut kota kecil sampai kabupaten. Kami pun  sayah dengan kenaikan pajak!. Apalagi dengan para orang tua siswa  yang memberi kuda pada anak-anaknya karena akses sekolah yang jauh dari rumah dengan terpaksa membelikan pisau bermata dua  tanpa surat surat izin mengemudi kuda.
Lantas kalo boleh bertanya  dimana uang para penjahat kelas kakap yang duitnya di luar negeri tidak dikejar. Sedangkan rakyat menengah sampai kelas teri  terus dihantui dengan pajak langsung atau tak langsung.
Membandingkan dengan kinerja POLRI, anggaran dinaikkan yang mulanya hanya 44 trilyun naik  dua kali lipat pada tahun 2017 sebesar  84 Trilyun rupiah. Dan tentunya kenaikan ini pasti mempunyai  harapan menggenjot kinerja dalam bidang pengayoman. Memang secara peran dan fungsinya  tugas pihak aparat keamanan juga salah satunya  mengayomi dari mara bahaya keteledoran keamanan para  penunggang kuda, kereta kuda, kuda pengangkut. Termasuk bahaya kriminil meliputi  pencurian kuda, penggelapan kuda dan juga masalah lalu lalang di arena pacuan. Basa basi di atas  adalalah sekelumit kisah heroik pihak penegak hukum.  
Kondisi ekonomi jaman now memang sedikit menurun, pajak terus naik dan juga beberapa komoditas hajat hidup orang banyak yang dikuasi Negara dengan efisiensi ini,  yang rencananya akan  dicabut subsidinya bukan tidak mungkin tudingan ala warung kopian bisa jadi sebuah kebenaran tow ?
Sebagai rakyat dan warga Negara serta netizen Bigo kami hanya bisa merenung melepas lelah kerja dan juga sedikit ngrasani Negara. Sebab maido adalah pil pelepas lelah dari keseharian   menghadapi ketegangan sehari hari.         
Pajak selalu memiliki slogan sebagai asset pembangunan dan itu dipampang dalam setiap kalender versi Pemerintah. Maka dari itu perlu digalakken untuk membangun Manusia dan juga infrastruktur pendukung melalui pajak. Namun bukan berarti lho ya kritis soal ini saya gunakan  menyebar ujaran kebencian dan mengajak pembaca mojok untuk membuat persaudaraan atau alumni bahkan masuk ke kelompok kuminis .
Maka tidak mungkin bohong, dalam realitasnya Kuda yang bisa dicicil dan bahkan bisa mengalahkan DP 0 % ini memang menjadi barang yang luar bisa tumpah ruah di segala penjuru Endonesa Raya. Dan memang kenyataan permintaan konsumsi daging kuda  yang terus  mengalami lonjakan tajam  setiap tahun mengalahkan  gerai kentaki di negeri Linggis yang tutup.Apalagi soal kasus pelanggaranya yang punya peluang untuk sumber yang konon katanya melimpah. Belum lagi  tumpang tindih dengan kebijakan transportasi umum yang masih dalam tahapan ditata. Maka tidak heran dikutib  dari salah satu sumber di tahun 2013 angkanya penerimaan  pun cukup banyak. Data Itu di tahun 2013 apalagi sekarang tahun 2018. Biar tidak hoaks datanya yang saya kutib di salah satu media dibawah ini ! Pada saat Jaksa  Agung  Warsa Susanta memberikan pendapatnya menegnai  jumlah  penerimaan  sebesar  Rp 101 Milyar pada tahun 2013, dikurangi biaya perkara 4 milyar dan mengasilkan kas  Rp 97 Milyar. Tahun 2014 periode Januari 2014–Mei 2014 sebesar 36 Milyar  dikurangi  dengan biaya perkara 1 milyar masuk ke kas Negara. Supaya saya tak penasaran sayapun berusaha menelusuri pemberritaan penerimaan bukan pajak namun masih nihil. Kalaupun saya khilaf taker taker di internet mohon saya diberitahu juga ?
(Iku duit kabeh ta mas ?)
Mereka hanya menjalankan tugasnya.
Dan sebagai manusia normal saya pun paham bapak bapak dan ibu ibu yang mengatur para penunggag kuda macam kami ini memang sangat super sibuk  mereka juga manusia yang punya banyak urusan, seperti Rumah tangga, utang, kredit, mengasuh anak dan semacamanya. Tidak mungurusi prejengan saya  terkait pelanggaran pacuan kami yang ketebelece. Dan sukur  yang sambat bukan hanya  jomblo macam saya.
Dan yang penting sebagai warga Negara yang sok moralis macam saya  mung berharap pada elit Negara ini yang kami pasrahi suara kami,  mbok yao ojok terlalu nemen pak, mosok rak enek liyane seng dijaluk  ?

Komentar

Postingan Populer