Bentuk Ideal sebuah warung kelontong di Nusantara

                 
(ilustrasi gambar diambil dari jancok.com)

              Berita merebaknya toko waralaba  ternyata gaungnya meluber sampai di pelosok Negara  dari Kota  kabupaten kecamatan sampai desa, Dusun, RW , RT, bahkan toko toko dengan merk tertentu menjadi penglipur lara bagi   mak–mak  dan ibu ibu muda menghabiskan waktu untuk memuaskan hasrat belanja. Beredar pula tulisan di media sosial, Kiat dan multitalent pemasaran juga menyedot para anak untuk guling–guling,  meronta seolah tak berdaya akibat serangan dari Negara api meminta sekotak produk coklat yang ujungnya  membuahkan curhatan bapak untuk tidak meletakkan produk itu di depan karena tak kuat untuk membeli barang tersebut. Belum video pilu lagi menerkam mak–mak yang merengek untuk sekedar melepaskan mata untuk sekedar tahu harga produk karena sudah dandan menunggu suami dengan kemolekanya.
 gak usah ke moll, ke betamaret  aye udeh girang banget bang “
Sihir belanja ini memang menjadi penghias di laman berbagai media massa dengan hiruk pikuk serta peristiwaa naas di beranda depan kasir.
‘Kisah kisah ini dalah sekelumit kecil kekuatan super power  kapitalisme yang melebihi kekuatan dari ultraman mengalahkan musuhnya hanya dengan  mengantongi waktu beberapa menit. Pada satu sisi menjadi  video viral ini membuahkan iklan gratis bagi merk toko tertentu.
Yang menjadi tantangan pada praktiknya waralaba yang menjamur di musim hujan ini apakah akan mematikan pedangan kelontong partikelir, bakul rokok eceran dan juga bakul lan sak piturute. Pada kisah ini terselip pula fenomena dua pemodal yang selalu menjadi bintang primadona di arena  toko kelontong modern untuk membuka pasar di pelosok nusantara. “Arep nyebut merk nanti kira pitnah ! “. Bahkan pernah diulas di mojok untuk seruan “ berdamailah saudaraku”
Ada pula yang berpendapat “ ini era disruption,  Dengan persaingan akan timbul kepintaran dan juga peluang apa yang bisa menjadi rangsangan otak “ Dan saya bayangkan ibarat Liga Indonesia  tayangan langsung  club sepak bola Bhayangkara FC vs  club kampung saya,   yang pasti juga pola permainan  dan hasil skor pertandingan  akan malah bisa ditebak sebelumnya bukan  ??
Bicara idealnya mah Pemerintah berusaha melindungi ekonomi kerakyatan, Bahkan dicantumken dalam sila ke kelima Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Negara dan juga Pemerintah yang sebagian haknya dititipkan oleh rakyat menjadi pelindung sekaligus wasit “. Kata adil belum tentu diinterpretasikan dengan baik, jika saya berusaha menengok kebijakan ekonomi banteng dan Ali Baba saat permulaan kelahiran  Republik yang masih muda. Dengan demikian peran pemerintah  secara tidak langsung bertanggung jawab agar jalanya  persaingan ini bisa secara sehat dan adil pada era transisi tentang kepemilikan modal yang terpusat pada segelintir golongan saja. Namun jika saya menongok spion 3 detik ini dikira akan menghembuskan isu sara dianggap ujaran kebencian, toh ini hanya pikiran saya saja.
Pada Teras Nasional , berita terhangat cuss  diseduh langsung oleh media, Pemerintah mendorong untuk ritel masuk ke Pesantren untuk menggalakkan ekonomi umat “tren dinilai positif “ dengan tujuan  meningkatkan ekonomi umat dan belajar mengenai sistem jual beli modern. Sejumlah 10 ritel akan direncanakan diresmikan Presiden Jokowi pada Mei 2018.

“. Sejumlah pihak yang menyatakan siap berkontribusi adalah Alfamart, Indomaret, Hypermart, Transmart, dan Super Indo."Sasaran gerai [pangsa pasar itu nantinya bukan hanya melayani pesantren saja. Karena terlalu kecil secara ekonomis. Kami juga mau meningkatkan kegiatan ekonomi di pesantren tersebut," ungkap Enggartiasto. ( tirto.id/ 11 april 2018 ).

Pemerintah yang pasti tidak tinggal diam, “ Semua ada aturan dan jika melanggar administrasi akan kita tindak”. Realitasnya Di kota dan kabupaten  tempat lahir beta, merk tertentu ada yang tidak jauh  hanya 200 meter dari pasar tradisional dan buka selama 24 jam. Hanya 200 meter !  khalayak ramai. Namun namanya aturan itu butuh yang namanya pelanggaran, sehingga aslinya aturan memang dibuat untuk dilanggar.
Toh pengusaha akan bilang “ ini kan membuka peluang usaha dan juga membuka peluang tenaga kerja.
“Segment pembelinya juga beda ? dan juga kan ini bagian dari kenyamanan konsumen dan kepastian harga “ Pasti pas !
 Bahkan ukoro maido ini hanya saja terlewat pada Koran lokal interlokal  baik digilat dan cetak. Dicetak dengan judul tuinggi sekali namun hanya satu hari. “Disperindang kota bumi avatar Batasi Izin Pendirian Minimarket”
Belum lagi pada aturan lokal  di bumi kelahiran saya Sesuai Perda No 17/2011  jarak waralaba dengan pasar tradisional minimal 1 kilometer dan harus diisi dengan 1 % ploduk ploduk lokal. Namun belum menemui titik terang dan masih berada dalam titik titik.
 Bangunan serta isinya, aktifitas pegawe masih lancar  nyatanya juga tidak tergoyahkan sampai sekarang megrong megrong, bercahaya di malam hari dua puluh empat jam ada pula yang dekat pasar.
Bahkan dalam obrolan warung kopi sehabis Pilkada ada yang berguman akan banyak bermunculan toko kelontong modern berbasis digilat. Artinya memilih pemimpin dengan ongkos mahal ini perlu lagi menjadi pertimbangan tidak hanya soal dia dekat dan merakyat, tapi yang lebih penting kebijakannya.
 Kebijakan baik dalam berbagai bidang  yang tidak memberikan peluang  kekerasan struktural dan peluang pembunuhan ekonomi  secara tidak langsung.
Sekali lagi apakah amplop itu lebih besar pengaruhnya dari UU juga. Sebagai manusia normal  sekaligus pekerja partikelir dan bergaji cupet,  kasih amplop merupakan roti gurih bukan main sebagai pengganti jajan dan secara tidak langsung  membungkam sikap kritis kawulo telih macam saya.
“Wes mas  jenengan mboten sayah tow lek maido, rejeki kuwi enek seng ngatur”

Komentar

Postingan Populer